Yamashita’s gold, atau harta karun Yamashita adalah nama harta rampasan perang yang diambil tentara Jepang selama PD II di Asia Tenggara dan disembunyikan di gua-gua, terowongan dan ruang bawah tanah di Philipina. Nama Yamashita sendiri diambil dari nama jendral Jepang Tomoyuki Yamashita, yang mempunyai nama panggilan “The Tiger of Malaya”. Karena berdasar catatan harta karun tersebut masih disembunyikan di Philipina, telah memikat para pemburu harta dari seluruh dunia selama 50 tahun, walaupun keberadaannya tidak diyakini para pakar. Rumor yang beredar harta karun tersebut telah menjadi gugatan hukum dan telah diajukan di pengadilan negara bagian Hawai pada 1988 yang melibatkan Rogelio Roxas, pemburu harta karun Philipina dan presiden Philipina saat itu Ferdinand Marcos.
Pendapat yang terkemuka mengenai keberadaan Yamashita’s gold adalah Sterling Seagrave dan Peggy Seagrave, yang telah menulis dua buku mengenai hal ini : The Yamato Dynasty: the Secret History of Japan’s Imperial Family (2000) dan Gold Warriors: America’s Secret Recovery of Yamashita’s Gold (2003). The Seagraves berpendapat bahwa rampasan emas Jepang itu diorganisir dalam skala yang luas, oleh 2 pihak yaitu mafia yakuza seperti Yoshio Kodama, dan masyarakat kelas atas Jepang, termasuk kaisar Hirohito. Pemerintah Jepang bermaksud membiayai perang dengan harta rampasan itu. The Seagraves menyatakan bahwa Hirohito menunjuk saudaranya, pangeran Yasuhito Chichibu, untuk memimpin organisasi rahasia yang bernama Kin no yuri (“Golden Lily”), untuk memenuhi maksudnya. Menurut sebuah pengakuan banyak dari mereka yang mengetahui lokasi harta rampasan itu dibunuh selama perang, dan di kemudian hari mereka yang terlibat dituduh sebagai penjahat perang oleh sekutu untuk kemudian dieksekusi dan ditangkap.Yamashita sendiri dieksekusi oleh tentara AS untuk kejahatan perangnya pada 23 Februari 1946.
Properti yang dicuri menurut laporan terdiri dari berbagai macam benda yang diambil dari bank, brankas, candi, gereja, masjid, museum, dan rumah pribadi. Rampasan ini membawa nama Jendral Tomoyuki Yamashita, yang dianggap memerintahkan angkatan perang Jepang melakukannya di Philipina tahun 1944.
Menurut berbagai catatan, rampasan ini awalnya disimpan di Singapura, dan kemudian di bawa ke Philippina. Jepang ingin membawa rampasan ini dengan kapal ke negerinya setelah perang berakhir. Pada perang pasifik, angkatan laut AS dan kapal perang sekutu banyak menenggelamkan kapal kargo Jepang dalam jumlah besar. Beberapa kapal tersebut membawa rampasan Jepang dan tenggelam.
The Seagraves dan beberapa orang lainnya telah mengklaim bahwa intelijen militer AS melakukan beberapa operasi di lokasi tenggelamnya kapal; mereka berkonspirasi dengan Hirohito dan tokoh senior Jepang lainnya untuk menyembunyikan keberadaannya, dan mereka menggunakannya untuk membiayai secara rahasia selama perang dingin. Rumor ini telah memberi inspirasi para pemburu harta karun, tetapi sebagaian besar pakar dan sejarahwan Philipina mengatakan tidak ada bukti yang kredibel dibalik klaim tersebut.
Pada tahun 1992, Imelda Marcos mengklaim bahwa Yamashita’s gold termasuk salah satu warisan harta suaminya Ferdinand Marcos.
Banyak individu dan konsorsium baik dari Philipina atau pun luar Philipina terus melanjutkan upaya pencarian rampsan tersebut. Sejumlah insiden kematian, kecelakaan, dan kerugian finansial yang dialami para pemburu terus dilaporkan.
Saat ini, the Mines & Geosciences Bureau of the Department of Natural Resources of the Philippines adalah perwakilan pemerintahan Phillipina yang mengurus perizinan pencarian harta karun tersebut.
Professor Rico Jose dari University of Fhilippines mempertanyakan teori bahwa harta karun dari daratan asia tenggara itu dikirim dengan kapal ke Philipina: “Sejak tahun 1943 Jepang sudah tidak lagi memiliki kontrol di lautan…Adalah tidak mungkin membawa sesuatu yang berharga jika Anda tahu bahwa akan kalah perang dari Amerika. Hal yang lebih rasional adalah membawanya ke Taiwan atau Cina.
Direktur National Historical Institute Philipina dan sejarahwan Ambeth Ocampo memberi komentar: “Dua mitos kekayaan yang selalu saya hadapi adalah harta karun Yamashita dan gosip Cojuangco fortune yang ditemukan di dalam tas yang penuh berisi uang…” Ocampo juga mengatakan: “Selama 50 tahun terakhir banyak orang baik dari Philipina dan luar Philipina, telah menghabiskan banyak waktu dan energi dalam mencari harta Yamashita… tetapi mereka tidak menemukan apapun.
Pada bulan Maret 1988, pemburu harta asal Philipina Rogelio Roxas mengajukan gugatan hukum ke pengadilan negera bagian Hawai melawan mantan Phipina Ferdinand Marcos dan istrinya Imelda Marcos atas tuduhan pencurian dan pelecehan kemanusiaan. Roxas menyatakan bahwa di kota Baguio pada tahun 1961 dia bertemu anak lelaki dari mantan tentara Jepang yang memberi dia peta lokasi harta karun Yamashita. Roxas menyatakan bahwa dia adalah orang kedua, yang bertugas sebagai penterjemah Yamashita selama PD II, dia bercerita kepadanya sebuah kunjungan ke ruang bawah tanah yang menyimpan emas dan perak dan juga bercerita kepadanya tentang patung emas yang disimpan di biara dekat ruang bawah tanah tersebut.
Roxas menyatakan bahwa beberapa tahun berikutnya dia membentuk sebuah kelompok untuk melakukan pencarian harta tersebut, dan memperoleh izin pencairan dari kerabat presiden Ferdinand, yaitu hakim Pio Marcos. Pada tahun 1971, Roxas menyatakan, dia dan kelompoknya membongkar sebuah ruang yang tertutup disebuah pulau dekat kota Baguio dimana dia menemukan bayonet, pedang samurai, radio, dan kerangka yang masih mengenakan seragam militer tentara Jepang. Juga ditemukan di ruang itu , patung emas Budha setinggi 0,9 meter dan sejumlah peti yang bertumpuk-tumpuk di sebuah ruang seluas 6 kaki x 6 kaki x 35 kaki.
Dia menyatakan, dia mencoba membuka satu peti, dan dia menemukan penuh dengan emas batangan. Dia membawa sebuah patung emas Budha yang dia perkirakan beratnya 1.000 kg, dan sebuah kotak penuh emas batangan 24 karat dan menyembunyikannya di rumahnya. Dia menyatakan mensegel ruangan tersebut untuk, hingga dia mengatur rencana untuk membawa peti-peti yang masih tersisa, yang dia duga penuh pula dengan batangan emas. Roxas berkata dia menjual 7 batang emas dari salah satu peti yang dia buka dan mencari calon pembeli potensial untuk patung emas Budha. Dua orang calon pembeli mencoba menguji kadar emas di patung tersebut, Roxas berkata ternyata patung tersebut terdiri dari emas 20 karat.
Segera setelah peristiwa itu, Roxas berkata, presiden Ferdinand Marcos, mempelajari penemuan Roxas dan memberi perintah penahanan terhadap dirinya, penyiksaan, dan harta temuannya pun disita. Roxas menduga ini akibat penemuan harta karun tersebut, akhirnya Roxas pun ditahan selama setahun.
Menyusul pembebasannya, Roxas menahan tuntutannya terhadap Marcos hingga Marcos lengser dari kursi presiden tahun 1986. Tetapi pada tahun 1988, Roxas dan the Golden Budha Corporation, yang memegang hak kepemilikan terhadap harta karun Roxas menyatakan bahwa Marcos telah mencuri harta Roxas, dan mengajukan tuntutan terhadap Ferdinand Marcos dan istrinya Imelda di pengadilan negeri Hawai.
Roxas meninggal pada malam persidangan, tetapi sebelum kematiannya, dia memberi sebuah kesaksian yang direkam, yang nantinya digunakan sebagai bukti di pengadilan. Pada tahun 1996 perwakilan Roxas dan the Golden Budha Corporation menerima keputusan pengadilan dimana mereka menerima uang kompensasi terbesar dalam sejarah senilai $22 miliar dan naik menjadi $40,5 miliar.
Pada 1998, pengadilan tinggi Hawai menyatakan bahwa ada cukup bukti untuk mendukung keluputusan Hakim yang menyatakan bahwa Roxas yang menemukan harta tersebut dan Marcos telah mengambil alih kepemilikan harta. Namun mengenai uang kompensasi pengadilan tinggi menilai yang bahwa yang diajukan pengadilan sebelumnya terlalu besar karena terlalu spekulatif, akhirnya putusan final pengadilan adalah the Golden Budha Corporation mendapat $13,275,848.37 dan perwakilan Roxas mendapat $6 juta sebagai klaim pelanggaran HAM.
Putusan pengadilan ini pada akhirnya mensimpulkan bahwa Roxas lah yang menemukan harta karun tersebut, walaupun pengadilan negeri Hawai tidak menjelaskan bahwa itu adalah Yamashita’s gold, namun kesaksian yang disimpulkan pengadilan mengarah pada emas Yamashita itu.
Roxas diduga menelusuri peta yang diberikan anak dari tentara Jepang; Roxas diduga berbekal petunjuk dari penerjemah Yamashita; dan Roxas akhirnya menemukan pedang samurai, dan kerangka tentara Jepang di ruang harta karun tersebut. Semua ini menuntun pengadilan banding AS ke sembilan kalinya mensimpulkan putusan akhir bahwa: harta karun Yamashita ditemukan oleh Roxas dan kemudian dicuri dari Roxas oleh orang-orang Marcos.
The post Misteri Yamashita’s Gold appeared first on terselubung.in.
diambil dari: http://ift.tt/1Waa5ZQ