Search

5 Tren Fashion yang Membunuh Manusia


Para ilmuwan mengeluarkan peringatan bahaya di balik jin ketat, yang selama ini dianggap bisa menunjang penampilan bagi pemakainya. Skinny jeans bisa berefek buruk bagi kesehatan. Bahkan bisa memicu kerusakan serius pada otot dan saraf.

Seperti yang dikutip dari liputan6.com, Seorang perempuan 35 tahun asal Australia mendapat predikat ‘fashion victim’ gara-gara betisnya menggelembung dan bengkak gara-gara jin ketat. Ia mengalami kondisi yang disebut compartment syndrome atau dalam Bahasa Indonesia disebut sindroma kompartemen.

Dan, itu bukan kali pertamanya seseorang menjadi korban tren gaya yang mengandung bahaya. “Bahkan, sejak Zaman Batu,” kata Summer Streves, penulis Fashionably Fatal.

“Ketika fashion mencapai titik ekstrem, saya menyebutnya sebagai kesombongan yang gila,” tambah dia.

Berikut 5 tren gaya paling mematikan dalam sejarah:

 

1. Crinoline

Crinoline adalah penunjang gaya yang populer pada Abad ke-19. Bentuknya semacam rangka dari logam yang dipasang agar rok tampak megar, dan pemakainya terlihat anggun serta menarik — dengan pinggang ramping namun pinggul yang lebih lebar.

Namun, pemakaian crinoline bisa berakibat fatal. Sejumlah perempuan tewas akibat kebakaran pada roknya.

Pada Juli 1861, penyair Henry Wadsworth Longfellow cepat-cepat menolong istrinya yang terancam bahaya akibat kebakaran pada roknya.

“Saat duduk di meja perpustakaan, membuat semacam segel untuk mainan kedua putranya yang masih kecil, sebatang korek api atau selembar kertas yang terbakar mengenai roknya. Sesaat kemudian, tubuhnya berselimut api,” demikian dikabarkan Boston Daily Advertiser.

Sehari kemudian, korban meninggal dunia.

Tak hanya itu, 2 saudari penulis dan penyair Oscar Wilde juga tewas terbakar saat mereka tak sadar berada terlalu dekat dengan api unggun dalam sebuah pesta.

Pada 1858, New York Times dalam artikelnya menyatakan bahwa rata-rata ada 3 kematian per minggu akibat crinoline yang terbakar. Para perempuan yang ingin terlihat anggun harus ekstra berhati-hati, saat bergerak juga dalam perilakunya. Jika gagal, nyawa bisa jadi taruhannya.

Musibah juga terjadi pada 1863 di Santiago, Chile. Antara 2.000-3.000 orang tewas dalam insiden kebakaran di sebuah gereja.

Awalnya lampu gas membakar gorden yang ada di dinding. Kebakaran tak terhindarkan. Namun, rok para perempuan memblokir jalan keluar, dalam kondisi yang serba panik, membuat orang-orang tak bisa melarikan diri.

 

2. Kerah tegak dan kaku (stiff collars)

Diciptakan pada Abad ke-19, stiff collars atau kerah tambahan yang tegak dan kaku yang populer di kalangan pria. Membuat leher terkesan lebih panjang dan tegak.

Saking kakunya, kerah itu terbukti bisa mematikan. “Kerah itu mendapat julukan ‘father killer’ — pembunuh para ayah, atau ‘Vatermorder’ dalam Bahasa Jerman,” kata Streves.

“Benda itu bisa memotong suplai darah ke arteri karotis (pembuluh darah yang menyuplai darah ke area leher dan kepala),” tambah dia.

Para pria pada Zaman Edwardian memakainya sebagai aksesoris, untuk pergi ke klub para gentleman, menenggak beberapa gelas minuman keras sampai teler, dan tertidur di kursi berlengan, dengan kepala miring ke depan. Posisi yang membuat leher mereka otomatis tercekik.

Salah satu obituari yang ditulis pada 1888 di New York Times berjudul ‘Choked by his collar’ — tercekik kerah sendiri.

Begini isi berita duka itu: seorang pria bernama John Cruetzi ditemukan dalam kondisi tak bernyawa di taman. “Petugas koroner berpendapat, korban dalam kondisi mabuk, duduk di bangku, lalu tertidur. Kepalanya miring, di dekat dada, dan kerah kakunya mencekik tenggorokan, memotong aliran darah, membawanya menuju kematian.

 

3. Korset

Para perempuan di era Victorian mendambakan tubuh mereka bak jam pasir, pinggang kecil dan payudara yang terangkat. Untuk mewujudkannya meraka menggunakan korset superketat dengan tali pengikat di belakangnya.

Meski membuat pemakainya tampak indah, korset mengandung bahaya bagi kesehatan.

“Korset menyebabkan gangguan pencernaan, sembelit, pemakainya sering pingsan karena kesulitan bernafas, dan bahkan pendarahan,” kata Streves.

Korset juga menghambat pernafasan sehingga menimbulkan kondisi yang dikenal sebagai ‘heaving bosom’ pada era Victorian — yang merupakan indikasi adanya tekanan pada paru-paru.

Sementara, organ internal lain terpaksa bergeser dari posisi alami mereka untuk mengakomodasi bentuk dan tekanan korset.

“Pada 1874, sebuah daftar memuat 97 penyakit akibat pemakaian korset termasuk memicu potensi tinggi histeria dan melankolis,” kata Streves.

Ia menambahkan, pada 1860-an dan awal 1890-an, jurnal kedokteran The Lancet menerbitkan setidaknya 1 artikel setiap tahun tentang bahaya korset pada kesehatan. Tak hanya berupa kesulitan bernafas dan kerusakan organ.

“Pada 1903, seorang ibu 6 anak berusia 42 tahun, Mary Halliday tewas setelah mengalami kejang,” urai Streves.

New York Times melaporkan, selama otopsi diketahui 2 lembar baja korset ditemukan menyembul keluar dan menusuk bagian jantungnya. Panjangnya mencapai 8, 75 inchi atau 22 cm. Saat ujung-ujungnya saling bergesekan mengikuti gerakan tubuh, efeknya mirip dengan pisau cukur.

 

4. Mad Hatter

Mad Hatter dalam Alice in Wonderland

Ungkapan ‘mad as a hatter’ telah digunakan 30 tahun sebelum Lewis Carroll mempopulerkannya dalam Alice’s Adventures in Wonderland.

Keracunan merkuri adalah risiko kerja bagi para pembuat topi pada Abad ke-18 dan ke-19. Bahan kimia tersebut digunakan dalam produksi kulit. Paparan dalam jangka panjang bisa mengarah pada penyakit ‘mad hatter’.

Gejalanya termasuk gemetaran (tremor) dan rasa malu patologis, juga mudah tersinggung.


Mad hatter, keracunan merkuri yang dialami para pembuat topi

Ketika diserap tubuh, merkuri dapat ditemukan di darah, air seni, empedu, keringat, air liur, dan pada beberapa permukaan usus.

Merkuri hingga kini juga bisa ditemukan dalam sejumlah produk pemutih, yang menjanjikan kulit putih dalam waktu yang singkat.

 

5. Kaki Lotus

Konon, ‘kaki lotus’ terinspirasi penari istana pada Abad ke-10 yang membungkus kakinya dengan sutra, agar tampil indah di hadapan kaisar.

Setelah itu, kebiasaan membebat kaki (footbinding) diberlakukan di China. Orangtua menggunakan kain panjang untuk membebat kaki mungil putri kecilnya– sejak usia 2 tahun — kecuali jempol, sehingga telapak kakinya menekuk dan menempel dengan telapak kaki.

Jutaan perempuan China diikat kakinya sehingga menjadi “bunga teratai emas 3 inci” atau ‘San Cun Jin Lian’. Memiliki kaki yang kecil dianggap simbol kecantikan, juga status. Kadang itu jadi satu-satunya modal bagi seorang perempuan untuk menikah dengan pria kaya.

Footbinding bertujuan untuk menghentikan pertumbuhan kaki sehingga tidak akan tumbuh lebih dari 3-4 inci.

Sebuah kaki dengan ukuran sempurna tiga inci disebut ‘lotus emas’ sementara empat inci dianggap perak. Makin kecil kaki, makin dianggap cantik, dan jadi simbol kebanggaan suami dan keluarga.

Praktik menyiksa ini kali pertama dilarang pada 1912, namun sejumlah keluarga mengikat kaki anak-anaknya secara rahasia.


Pembebatan kaki (footbinding)

Menurut Streves, praktik membentuk kaki tak hanya dilakukan di China. Beberapa abad lalu, sejumlah perempuan mengamputasi jari kakinya, agar pas di sepatu yang dianggap modis.

Ia menambahkan, praktik di masa lalu memang terdengar barbar, namun faktanya para kaum hawa saat ini mati-matian menahan sakit demi tampil ‘indah’.

Bahkan ada yang sampai melakukan bedah untuk memperpendek jari kaki, bahkan amputasi deriji kaki yang sehat, agar pas masuk ke stiletto.

“Masih banyak korban fashion di abad ke-21. Meskipun korset superketat atau crinoline tak ada lagi, saat ini ada orang yang membuang tulang rusuk agar memiliki pinggang yang lebih kecil.”

 

Baca juga tentang tren modifikasi tubuh dari seluruh dunia disini

The post 5 Tren Fashion yang Membunuh Manusia appeared first on terselubung.in.



diambil dari: http://ift.tt/1GMRbP6
Blogger Template